Jakarta – Microsoft merilis aplikasi yang bisa memperbaiki Windows yang rusak akibat kelalaian CrowdStrike dalam merilis pembaruan yang berakibat 8,5 juta Personal Computer (PC) Windows mengalami blue screen of death (BSOD).
Software ini didesain menunjang tim teknologi informasi (TI) dalam memperbaiki Windows secara cepat. Namun, tidak semua PC bisa menerima pembaruan tersebut secara otomatis.
Sejumlah tim TI beberapa perusahaan melaporkan mereka harus melakukan reboot berulang-ulang agar pembaruan ini bisa diterima. Selain itu harus melakukan booting manual ke Safe Mode dan menghapus file CrowdStrike yang bermasalah.
Software dari Microsoft tersebut ditujukan untuk kategori kedua, yaitu masuk ke dalam Safe Mode dan menghapus file bermasalah.
Software ini diinstal ke flashdisk dan dipakai untuk booting ke Windows PE tersebut akan mengakses storage dari PC terdampak dan menghapus file bermasalah secara otomatis.
Jadi tim TI perusahaan tak perlu melakukan booting manual ke Safe Mode atau mengatur akses admin tertentu di PC terdampak. Jika storagenya dienkripsi menggunakan BitLocker, maka software ini akan otomatis membuka recovery key BitLocker dan melanjutkan proses perbaikannya.
Microsoft juga menjelaskan langkah recovery terpisah untuk Windows Virtual Machine yang berjalan di Azure dan mempublikasikan cara perbaikan untuk semua PC Windows 10 dan 11 di laman dukungan situs mereka.
Sebelumnya, Microsoft sudah mengeluarkan pernyataan terkait masalah CrowdStrike berakibat 8,5 juta perangkat atau kurang dari 1% dari Windows yang aktif di dunia. Perusahaan ini juga menyebut masalah besar seperti ini sangat jarang terjadi.
“Meski pembaruan software terkadang menyebabkan gangguan, insiden signifikan seperti CrowdStrike ini jarang terjadi,” ujarnya.
Keruntuhan Windows akibat pembaruan ini menunjukkan kerapuhan dalam sistem digital global di bandar udara (bandara), perbankan, toko online, dan media.
“Gangguan ini menunjukkan bahwa bahkan platform perusahaan besar seperti Microsoft, yang memiliki dana dan investasi besar dalam keamanan sistem yang kuat, dapat terpuruk karena kesalahan yang tidak disengaja dalam update software yang dikeluarkan oleh perusahaan keamanan siber independen,” tulis Kolumnis Teknologi BBC Zoen Klienman. (adm)
Sumber: detik.com