BRIN Bicara Pemanfataan Artificial Intelligence Untuk Bidang Antariksa

Jakarta – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai teknologi artificial intelligence/AI (kecerdasan buatan) dapat dimanfaatkan untuk riset di bidang antariksa, untuk mencari sesuatu yang baru.

“Sebagai peneliti antariksa, tentunya kami berharap agar bisa memanfaatkan (teknologi AI) untuk menyelesaikan penelitian agar lebih terkini,” kata Kepala Pusat Riset Antariksa BRIN, Emanuel Sungging pada Selasa (16/7/2024).

Staf Pengajar Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Gadjah Mada (UGM) Edi Winarko fokus melakukan penerapan no-code (tanpa menggunakan kode) pada machine learning (ML).

“Pengguna ML saat ini tidak hanya orang dengan latar belakang pendidikan komputer, sehingga dikembangkan tools yang mudah digunakan untuk permodelan, sehingga mendemokratisasi AI, agar bisa dimanfaatkan untuk membantu dan mempermudah penggunaan ML untuk pekerjaan sehari-hari, diantaranya riset Antariksa”.

Beberapa tahap siklus riset berbasis ML yakni mengidentifikasi masalah atau rumusan masalah, pengumpulan data dan pemilihan data, pemilihan algoritma yang sesuai, evaluasi kinerja model, dan operasionalisasi model.

“Ada beberapa metode untuk pengumpulan data yang bisa dilakukan, di antaranya dengan mengunduh data publik, menggunakan API (Twitter API, WikipediaAPI, WeatherAPI untuk data cuaca), dan yang terakhir mengunduh melalui web scraping baik dengan full coding maupun no-code,” tuturnya.

Untuk memiliki data yang berkualitas, perlu dilakukan pemrosesan data seperti data cleaning untuk menangani missing value dan outlier, transformasi data melalui normalisasi, standardisasi, diskretisasi, dan juga reduksi data selesai fitur dan pembuatan fitur.

Dua alat ML yang bisa digunakan untuk riset Antariksa seperti Orange Data Mining dan PyCaret.

Orange Data Mining adalah alat sains data berbasis open source yang digunakan untuk analisis permodelan berbagai jenis data, tabular, dokumen, time-series, graph (network), dan citra, dengan cara membuat workflow (menghubungkan widget satu dengan yang lain).

Sementara PyCaret adalah alat sains data low-code open source yang mencakup semua tahap dalam siklus proyek ML dan dapat dikombinasikan dengan Tableau, Power BI.

Staf pengajar Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika FMIPA UGM Lukman Heryawan menyampaikan, untuk mewujudkan smart nation dengan Society 5.0, dibutuhkan interkoneksi antara manusia (physical space) dengan mesin (cyberspace) dengan peran big data dan AI.

“Hubungan smart nation terlihat dari bagaimana hubungan antara user (masyarakat) dan big data yang datanya tersimpan di cloud. AI dapat membantu dalam pekerjaan sehingga data antariksa yang dianalisis terekam dalam cloud,” ucapnya.

“Manusia menyuplai data berkualitas untuk disimpan di cyberspace sehingga AI dapat memberikan respon yang berkualitas”.

Tanpa interaksi antara manusia dengan AI akan terbentuk big ‘junk’ data. Suplai data yang berkualitas akan menghasilkan big gold data.

AI sebagai pendamping manusia dalam menyuplai data yang terstruktur sangat penting untuk kebutuhan otomatisasi dan administrasi. Jadi, smart nation membutuhkan interkoneksi, big data, AI, dan interaksi yang efektif. (adm)

Sumber: detik.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *