Jakarta – Cisometric menyebutkan data Lanskap Keamanan Siber dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) tahun 2023 menemukan sebanyak 403.990.813 anomali trafik yang berpotensi merupakan serangan siber sepanjang tahun 2023.
Angka ini berakibat kenaikan ancaman siber mulai dari kelumpuhan perangkat dan jaringan, pencurian data sensitif, hingga kerusakan reputasi layanan yang terserang.
Dari total serangan itu, ancaman siber berupa serangan trojan dan phishing merupakan yang tertinggi. Di Indonesia, banyak organisasi masih kekurangan kemampuan untuk mendeteksi dan merespon serangan siber dengan efektif.
Hal ini berakibat menjadikan serangan-serangan seperti penipuan, pemerasan, serta peretasan digital pada sistem perusahaan kerap terjadi.
Melihat potensi kerugian yang dapat ditimbulkan serangan siber, keberadaan tim Security Operations Center (SOC) atau Pusat Operasi Keamanan di sebuah perusahaan akan sangat dibutuhkan untuk melakukan deteksi dan identifikasi serangan siber.
Namun, di Tanah Air kekurangan talenta di bidang keamanan siber dan tingkat tinggi pergantian/turnover personel SOC dalam perusahaan.
Selanjutnya, kerumitan membangun tim SOC yang matang dan biaya investasi yang tinggi seperti tantangan utama bagi kebanyakan perusahaan.
Cisometric menghadirkan layanan SOC terbaru mereka yang tidak hanya bekerja sebagai garis pertahanan pertama dalam menjaga sistem informasi, jaringan, dan data organisasi dari berbagai ancaman siber,
Namun, ini juga memenuhi standar wajib dari beberapa regulasi keamanan siber bagi perusahaan, seperti ISO27001, ISO27701, PCI-DSS, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Cisometric memahami bahwa banyak organisasi dihadapkan pada sumber daya yang terbatas, serta kurangnya keterampilan di area ini. Oleh karena itu, dengan pengalaman kami dan dikombinasikan dengan teknologi yang advance, kami berusaha menghadirkan solusi terbaik bagi mereka,” ujar Founder Cisometric, Hana Abriyansyah.
Cisometric menggunakan teknologi 100 lebih fitur deteksi keamanan, teknologi kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI), serta pembelajaran mesin/machine learning terdepan untuk meningkatkan kemampuan deteksi dan pencegahan ancaman digital.
Platform ini dirancang untuk meminimalkan Mean Time to Detect (MTTD) dan Mean Time to Respond (MTTR) dalam keamanan siber.
MTTD bisa mengidentifikasi ancaman pada tahap awal, sedangkan MTTR mempercepat durasi pemulihan sistem dari serangan.
Pendekatan operasional Security Operations Center (SOC) berpusat pada integrasi yang lancar dengan kapabilitas Proactive Threat Hunting dan intelijen ancaman yang canggih.
Hal ini membuat tim SOC terdiri dari Computer Security Incident Response Team (CSIRT) dan Tim Forensik dengan spesialisasi tinggi melakukan operasi keamanan siber secara efektif.
“Komitmen kami adalah untuk menghadirkan efisiensi dalam memberikan visibilitas terhadap ancaman, melindungi aset perusahaan dan secara efektif mengelola risiko informasi terhadap setiap organisasi,” tuturnya. (adm)
Sumber: detik.com